Jangan Malu Tak Korupsi



Orang-orang ini memang hanya berpangkat rendahan. Tapi semangat antikorupsi mereka layak menjadi teladan bagi orang lain. Bahkan bagi para atasan.
 “Saya lebih baik menjadi pemulung daripada korupsi,” kata pria di tengah lautan sampah itu. Tangannya tangkas, memilah barang-barang bekas yang menggunung di sekitarnya.
Lautan sampah di dalam gudang mungil itu banyak berisi botol-botol bekas. Berserakan. Ini target empuk. Tak jauh, terdapat karung-karung plastik yang sudah penuh barang rongsokan. Karung-karung itu menumpuk hingga setinggi orang dewasa.
Semua tahu, pria itu tengah memulung. Tapi mungkin banyak orang belum mengenal bahwa dia juga anggota polisi. Pemulung itu adalah anggota Polres Kota Malang. Bripka Seladi namanya.
Sudah sepuluh tahun pria paruh baya ini menjalani kerja sambilan. Selain jadi polisi, dia juga memungut sampah agar dapur tetap ngebul.
Menjadi penegak hukum, terbilang banyak godaan. Menjadi penguji para pembuat Surat Izin Mengemudi (SIM). Tapi anggota Satuan Lalu Lintas Polresta Malang ini berteguh hati menjaga integritas.
Tak dibantah, banyak saja orang yang kerap memberi 'hadiah'. Tapi Bripka Seladi tak tergiur. Pria Lulusan SMEA ini bahkan tak segan memerintah anaknya untuk mengembalikan “pemberian” dari orang, meski diberikan di rumah.
“Saya bisa menggunakan seragam untuk mendapat uang secara ilegal jika mau,” kata pria yang bergabung ke Korps Bhayangkara sejak 1977 ini.
***
Kegigihan Bripka Seladi sampai ke telinga para petinggi negeri ini. Apresiasi datang dari Komisi III DPR. Terakhir dari Kapolri yang diserahkan melalui Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Anton Setiadji.
1 Juli lalu saat peringatan Hari Ulang Tahun Polri ke-70, Bripka Seladi memperoleh Tanda Kehormatan dari Kapolri. Namanya kian tenar. Berbagai media ramai-ramai menulis kisahnya. Mulai lokal hingga kantor berita internasional. Dia disebut layak disebut sebagai teladan “polisi jujur”.
“Saya bukan contoh dan juga bukan guru, tapi saya hanya mengajak kita untuk tidak menyimpang dari harapan pimpinan Polri yakni menjadi polisi yang jujur,” Bripka Seladi rendah hati.

***
Nyambi jadi pemulung sejak 2006. Niat itu mengemuka usai melihat pemulung sampah di dekat kantornya. Sejak itu dia mulai mencari barang bekas untuk mengisi pundi keuangan.
Meski sebagai aparat, dia tak malu memungut sampah. Baginya, yang penting pekerjaan itu tak mengganggu tugas utamanya sebagai polisi. Dan sudah pasti tidaklah haram.
“Sampingan saja, satu jam atau dua jam waktu luang saya manfaatkan untuk kegiatan ini. Kenapa harus malu, ini rezeki juga,” kata dia.
Mengawali “karier” sebagai pemulung dengan sepeda butut. Keliling kampung. Mencari barang rongsok dari gang ke gang. Barang-barang bekas itu kemudian dijual ke pengepul.
Dari barang-barang bekas itu, semula hanya mendapat Rp 25 ribu hingga Rp 50 ribu dalam sehari. Lumayan untuk tambah gaji bulanan. “Yang penting halal,” kata dia.
Seladi mendapat pinjaman gudang dari seorang teman. Letaknya hanya 100 meter dari kantor dinasnya. Di gudang itulah barang bekas dikumpulkan. Di sana pula dibangun benteng antikorupsi.
Dua tahun menjadi pemulung, Bripka Seladi “naik pangkat”. Pada 2008, dia menjadi pengepul, tak lagi keliling mencari barang bekas. Sepeda butut pun berubah jadi mobil pikap. [Selengkapnya baca: Kejujuran Polisi Pemulung Bripka Seladi]
***
Tak hanya di Kepolisian. Abdi antikorupsi juga ada di instansi lain. Mari kita lihat di Korps TNI Angkatan Darat. Di sana ada Kopral Agus yang mencari “gaji tambahan” dengan mengojek.
Setelah tugas militer kelar, Agus biasa mangkal di Cawang, mulai pukul 16.00-20.00 WIB. Dari profesi sampingan ini, dia bisa mendapat Rp 50 ribu hingga Rp 150 ribu dalam sehari.
Agus memilih jadi tukang ojek daripada menjadi beking “usaha gelap”. Sebagai tentara, menjadi beking merupakan cara mudah untuk menambah penghasilan. Tapi Agus tak mau. Selain Agus, ada pula Mayor Agus Widodo yang sama seperti Seladi: memulung. 
Ada pula Widodo. Guru yang nyambi jadi juru parkir. Pria yang sudah mengabdi selama 26 tahun sebagai pengajar kesenian di SMA Purnama ini juga menjadi tukang parkir di kawasan Blok M, Jakarta Selatan.
Pekerjaan sampingan itu dia jalani hingga raga tak kuat lagi berdiri tegak. Sampai tubuhnya kulai di atas dipan.
Pekerjaan sampingan ini dia jalani karena bayaran sebagai guru honorer yang dia sandang sampai tak kuat lagi mengajar itu, tak cukup untuk menghidupi istri dan kelima anaknya. Meski demikian, dia tetap ikhlas. [Seladi, Agus, dan Widodo, mungkin hanya orang berpangkat rendahan. Tapi semangat antikorupsi mereka layak menjadi teladan bagi orang lain. Bahkan bagi para atasan.
CAR,FOREX,DOMAIN,SEO,HEALTH,HOME DESIGN

0 Response to "Jangan Malu Tak Korupsi"

Posting Komentar