Inilah penjelasannya bagaimana hukum beritikaf,, Wanita Itikaf, Bolehkah?

MENJELANG sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, kita dianjurkan memperbanyak meluangkan waktu untuk beritikaf. Ketentuan ini berlaku bukan hanya bagi lelaki saja, tetapi juga wanita.
Tentu perintah ini tidak menjadi kendala yang begitu berarti bagi kaum Adam. Lalu, bagaimana dengan kaum Hawa, apakah boleh beritikaf di masjid? Dalam hal ini ada dua pendapat:

1. Dimakruhkan Wanita Itikaf di Masjid
Mereka yang memakruhkan wanita beritikaf di masjid berdalil dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anhu yang menerangkan bahwa Nabi ﷺ memerintahkan untuk melepas kemah-kemah istrinya ketika mereka hendak beritikaf bersama beliau. Ini sesuai dengan Hadist Riwayat. Ibnu Khuzaimah, no. 2224.
‘Aisyah Radhiallahu ‘Anhu juga mengatakan bahwa, “Seandainya Rasulullah ﷺ mengetahui apa kondisi wanita saat ini tentu beliau akan melarang mereka (untuk keluar menuju masjid) sebagaimana Allah telah melarang wanita Bani Israil,” (HR. Bukhari: 831 dan Muslim: 445).
2. Disunnahkan Wanita Itikaf di Masjid
Mereka yang berpendapat bahwa wanita disunnahkan beritikaf di masjid berdalil pada firman Allah Ta’ala, “Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab…,” (Ali ‘Imran: 37). Allah SWT juga berfirman, “Maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka…,” (Maryam: 17).
Dalam hadits dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anhu, “Sesungguhnya Nabi ﷺ telah melakukan itikaf di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mewafatkan beliau, kemudian istri-istri beliau pun melakukan itikaf sepeninggal beliau,” (HR. Al Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An Nasa’i, dan Ahmad).
Dalam Shahih Al Bukhari (2033) dan Muslim (1173) dari jalur Yahya bin Sa’id bin Amrah, dari Aisyah, “Bahwasanya Nabi ﷺ hendak beritikaf. Maka ketika beliau beranjak ke tempat yang hendak dijadikan beritikaf, di sana sudah ada beberapa kemah, yaitu kemah Aisyah, kemah Hafshah, dan kemah Zainab.”
Pendapat yang rajih berdasarkan dalil-dalil yang dipaparkan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pendapat yang menyatakan bahwa hukum itikaf bagi wanita adalah sunnah, pendapat yang lebih dekat kepada kebenaran.
Hadits ‘Aisyah yang menyatakan bahwa Nabi ﷺ memerintahkan untuk melepas kemah para istri beliau ketika mereka beritikaf bukanlah menunjukkan ketidaksukaan beliau apabila para wanita turut beritikaf. Namun, beliau memerintahkan hal tersebut karena kekhawatiran jika para istri beliau saling cemburu dan berebut untuk melayani beliau ﷺ.
Oleh karena itu, dalam hadis tersebut beliau mengatakan, “Apakah kebaikan yang dikehendaki oleh mereka dengan melakukan tindakan ini?” Akhirnya Nabi ﷺ pun baru beritikaf di bulan Syawal.
Sedangkan berdasarkan hadits tentang kemah ‘Aisyah, Hafshah, dan Zainab dalam Shahih Bukhari dan Muslim menunjukkan bahwa Itikaf di masjid tidak menjamin keamanan seorang wanita. Oleh karena itu, perlu dibuat kemah sebagai tabir atau hijab bagi para wanita dari pandangan para lelaki. Itikaf bagi wanita di masjid ini dilakukan dengan syarat tidak melalaikan kewajibannya sebagai istri dan ibu. Hal ini diukur dengan pemberian izin dari suami untuknya beritikaf di masjid.
Itikaf Wanita di Masjid Rumahnya
DR Rajab Abu Malih mengatakan bahwa ada perbedaan pandangan tentang hal itu. Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali berpandangan bahwa seorang perempuan tidak diizinkan beritikaf di kamar atau mushalanya sendiri di dalam rumah. Ketiga mazhab itu merujuk pada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 187, “… Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu berItikaf dalam masjid….”
Maliki, Syafi’i, dan Hambali juga merujuk pada peristiwa ketika Abdullah bin Abbas ditanya tentang seorang perempuan yang bersumpah untuk beritikaf di mushala di rumahnya. Abdullah bin Abbas lalu mengatakan, “Itu adalah bid’ah, dan tindakan yang paling dibenci Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah melakukan bid’ah. Tidak ada itikaf selain di masjid di mana shalat lima waktu dilaksanakan.”
Berdasarkan pandangan itu, kamar atau mushala di rumah tidak bisa dianggap sebagai masjid. Dan jika itikaf dalam kamar atau mushala di rumah dibolehkan, maka para istri Rasulullah ﷺ seharusnya sudah melakukannya, meski cuma sekali.
Sebaliknya, para ulama penganut mazhab Hanafi membolehkan kaum wanita berItikaf di ruangan khusus atau mushala di rumahnya. Mereka berpendapat bahwa tempat Itikaf bagi wanita adalah tempat yang mereka sukai dan tempat mereka melakukan salat lima waktu sehari-hari, karena tidak seperti laki-laki. Lebih baik bagi kaum wanita untuk shalat di rumah dibandingkan di masjid.
Berdasarkan pendapat itu, tempat itikaf wanita selayaknya di sebuah ruangan khusus atau mushala di rumahnya sendiri. Abu Hanifah dan Ats Tsauri menyatakan, “Seorang wanita boleh melakukan itikaf di rumah. Itu lebih baik bagi mereka, karena shalat mereka di rumah lebih baik daripada di masjid.”
Disampaikan pula oleh Abu Hanifah bahwa Rasulullah ﷺ meninggalkan Itikafnya di masjid ketika beliau melihat tenda-tenda istrinya berada masjid. Rasullah ﷺ lalu berkata, “Apakah kebenaran yang dimaksudkan dengan melakukan hal yang demikian?” (HR. Ibnu Khuzaimah)
Pendapat yang membolehkan wanita itikaf di rumah juga mengatakan bahwa mushala di rumah adalah tempat terbaik bagi kaum wanita menunaikan shalat. Maka, tempat mereka itikaf adalah seperti masjid bagi kaum lelaki dimana mereka melaksanakan itikaf. []
Demikian perbedaan pendapat mengenai itikaf di masjid. Dari pemaparan tersebut, diketahui bahwa kebanyakan jumhur ulama melarang wanita beritikaf di masjid
 
 
CAR,HOME DESIGN,FOREX,HOSTING,HEALTH,SEO

0 Response to " Inilah penjelasannya bagaimana hukum beritikaf,, Wanita Itikaf, Bolehkah? "

Posting Komentar